DOA SEBAGAI PRIORITAS DALAM GEREJA DINI

Yesus memberi para murid-Nya visi dan hasrat yang berapi-api.  Ia juga memberi mereka tugas mustahil: menjadikan semua bangsa murid mereka.  Mereka diperintahkan untuk memenangkan dunia.  Tetapi Yesus memperingatkan mereka, "Aku akan mengirim kepadamu apa yang dijanjikan Bapa-Ku.  Tetapi kamu harus tinggal di dalam kota ini sampai kamu diperlengkapi dengan kekuasaan dari tempat tinggi" (Lukas 24 : 49).

Dan para murid memang menetap di Yerusalem.  Mereka menunggu dan berdoa.  Mengapa Yesus ingin mereka tetap tinggal di Yerusalem dengan tugas begitu besar di depan mereka?  Ada dunia yang sangat memerlukan Injil.  Mengapa mereka harus menunggu dalam doa?

Saya yakin bahwa ada tiga alasan mengapa Yesus menegakkan doa sebagai suatu prioritas bagi gereja dini.  Pertama, visi mereka dan hasrat mereka untuk dunia yang sesat hanya bisa dipelihara melalui doa.  Sementara mereka menghabiskan waktu bersama Bapa dalam doa, mereka akan merasa apa yang Ia rasakan dan melihat apa yang Ia lihat.

Leonard Ravenhill berkata, "Dua keharusan untuk kehidupan Kristiani yang berhasil adalah visi dan hasrat, kedua-duanya dilahirkan di dalam dan dipelihara doa.  Pelayanan berkhotbah dibuka untuk beberapa saja; pelayanan doa-terbuka bagi semua orang."

Ke-dua, bukan saja visi kita dipelihara doa, tetapi hati dipersiapkan untuk menerima pesan Kristus melalui doa.  Injil bersifat kekal dan spiritual.  Manusia dalam keadaan berdosanya yang alami tidak bisa mengerti pesan seperti itu; pesan seperti itu asing bagi keberadaannya yang berdosa itu.  Oleh karena itu, kita harus berdoa supaya mata rohani mereka dibuka.

Saya pernah melihat orang ateis di negara komunis percaya kepada Kristus yang bangkit kembali.  Sisik-sisik ateisme sudah ditanggalkan dari mata mereka oleh para orang saleh yang berdoa.  Sebagai akibat dari pergerakan Roh Allah di kota di tenggara Rumania, saya diundang ke wilayah lain di Rumania.  Sering seorang pendeta di Rumania bertanggung jawab atas lima sampai tujuh gereja di kota-kota yang berbeda.  Seorang pendeta meminta saya berkhotbah di beberapa kota di mana ia melayani firman.

Beberapa bulan kemudian saya pergi melayani dengan pendeta ini.  Jemaahnya telah mencurahkan diri mereka ke dalam doa syafaat selama berminggu-minggu dan berbulan-bulan.  Hasilnya sangat luar biasa sekali.

Saya berkhotbah di sebuah gereja kecil pada pagi hari di Hari Minggu pertama.  Kurang lebih limabelas orang beralih agama kepada Kristus.  Keesokan hari saya berkhotbah di sebuah kota berdekatan.  Salah satu diaken mendekati saya setelah kebaktian dan memberi tahu saya bahwa ia selama ini berdoa untuk hikmat dan kepemimpinan Allah.  Meskipun berbahaya, ia ingin mengundang salah satu temannya untuk menghadiri kebaktian penginjilan bersamanya.  Setelah banyak berdoa ia memutuskan untuk mampir di rumah temannya.

Sang teman setelah pulang kerja merasa bahwa ia harus mencukur wajahnya dan mengganti baju.  Ia juga merasa suatu dorongan untuk pergi ke suatu tempat, tetapi ia tidak tahu ke mana.  Setelah berpakaian rapi ia duduk di kursinya dan menunggu.  Beberapa saat kemudian diaken dari gereja Baptis itu mengetuk pintunya.  Sang teman pergi bersama si diaken ke gereja dan mendengar Injil untuk pertama kali.  Ia menerima Kristus karena Allah telah mempersiapkan hatinya pada hari itu.

Meskipun tidak lazim, contoh itu memperlihatkan kuasa doa untuk mempersiapkan hati orang.  Allah akan selalu bekerja dengan cara yang tidak lazim, tetapi kita harus mengerti keharusan berdoa yang kuat.  Barangkali tidak ada pertobatan di gereja kami - di Amerika Serikat - karena kami tidak melihat betapa mustahil bagi pikiran bukan Kristen menjadi percaya.  Hanya apabila Allah membuka hati mereka untuk mengerti pesan Kristus barulah mereka menerima-Nya.  Hati akan dibuka untuk menerima hanya sementara kita berdoa.

Ke-tiga, Allah bukan saja akan membuka hati kepada Injil, tetapi Ia juga akan menguasakan orang yang menyatakan pesan Kristus.  Ada perbedaan radikal dalam kehidupan para murid di pra-Pantekosta dan pasca Pantekosta.  Petrus, si pengecut yang menyangkal Kristus, menjadi pengkhotbah Yesus yang berani.  Suatu wawasan keberanian menjadi ciri umat Kristen dini dalam Kisah Para Rasul.  Tetapi, kita harus menyadari bahwa keberanian mereka adalah buah kehidupan berdoa mereka.

(Sammy Tippit, Kemenagan Doa / The Prayer Factor [Interaksara], hal. 30-34.) 


GPdI Maranatha Medan